Senin, 12 Oktober 2020

Pangeran Diponegoro 11

 DIPONEGORO PAHLAWAN GOA SELARONG.

Bagian 11.

Oleh: Anggoro Ruwanto

Hamengkubuwana II melaporkan ke Residen Jogja - Engelhard, bahwa Patih Danureja II dipecat karena : 

1. Angresahi agami Islam ( menodai agama Islam.)

2. Merendahkan martabat Sultan.

3. Melanggar perintah-perintah sultan.

( Tanpa samasekali menyebut soal pembunuhan ) 

Dan Patih Danureja II digantikan oleh Raden Mas Tumenggung Sindunegoro, dengan gelar " Kiai Adipati Danureja III.


Catatan Diponegoro : 

Hamengkubuwana III ( Ayahnya ) sedang sangat gelisah ketika tahu pendukung utamanya dibunuh ( Patih Danureja II ) padahal pelindung nya ( Residen Jogja Engelhard ) sedang sakit keras, paru-paru basah, Dan para bupati ( 7 orang ) yang diangkatnya Sekarang tidak punya kekuasaan apa-apa bahkan sedang dipertimbangkan oleh Sultan Hamengkubuwono II untuk dihukum mati.


Keadaan ayahnya saat ini sungguh sangat menyedihkan, batinnya sangat tertekan, karena nyawanya terancam justru oleh ayahnya sendiri.

Malam itu 1 November 1811. Pada tengah malam, Diponegoro pergi dari Tegalrejo untuk memenuhi panggilan ayahnya ( HB III ) Dan menemukan pintu gerbang kadipaten ( tempat tinggal ayahnya ) dipalang dan dijaga oleh korps tentara muslim Suronatan.

Ayahnya memberitahu bahwa Patih Danureja II sudah dibunuh ( Diponegoro sudah tahu ) lantas HB III meminta nasehatnya, langkah apa yang sebaiknya diambil karena Sultan Hamengkubuwono II tiba-tiba memanggilnya. Diponegoro menyarankan supaya jangan pergi malam ini. Menghadap nya besok saja dan akan dia temani. Diponegoro juga menyingkirkan semua kayu-kayu palang yang dipintu gerbang, dan membubarkan para penjaga nya.


Tgl 5 November 1811.

Ayah Diponegoro menghadap Sultan Hamengkubuwono II dan mengadakan perdamaian dengan catatan tidak boleh lagi memakai gelar HB III tetapi kembali ke posisi semula, yaitu putera mahkota. Yang belum tentu kelak menggantikan HB II. Dan Diponegoro sekarang menjadi penasehat politik ayahnya.

Semua permasalahan ini oleh Engelhard dilaporkan kepada Raffles, dan Raffles berkomentar bahwa putera mahkota adalah anak yang sangat berbakti kepada orangtuanya.

14 November 1811.

John Crawford tiba di Jogja untuk menggantikan Engelhard yang sakitnya makin parah. Dengan cepat dia mempelajari bahasa Jawa halus dan bisa mempraktekkannya ( 6 bulan ) dia juga ikut dalam pacuan kuda yang diadakan oleh Keraton di alun-alun selatan / kidul.


Tgl 26 November 1811.

Pertemuan pertama antara John Crawford dengan Sultan, dan sepertinya semuanya berjalan dengan baik, 

Sultan duduk di singgasana nya yang diganjal dingklik. Jadi posisinya lebih tinggi dari Crawford, tapi putera mahkota justru duduk dilantai, seperti para pejabat keraton umumnya.


Tgl 16 Desember 1811.

Adik kandung Sultan Hamengkubuwono II ( Pangeran Notokusumo dan anaknya Notodiningrat ) dikembalikan dari pengasingan nya di Surabaya, karena dulu pernah terlibat pada pemberontakan Pangeran Ronggo. karena Raffles sangat kagum akan pengetahuannya yang mendalam akan seluk beluk Keraton Jogja. Namun Pangeran Natakusuma sangat membenci putera mahkota karena menganggap bahwa dia paling berperan dalam pengasingan nya yang hampir setahun, dan menjadi lebih marah lagi ketika tahu bahwa tempat tinggalnya dirampok habis-habisan pada waktu dia dipengasingan.


Tgl 27 Desember 1811.

Pertemuan Raffles dan Sultan Hamengkubuwono II di tempat tinggal Residen hampir saja menjadi tragedi, karena seorang ajudan Raffles menyingkirkan dingklik pengganjal singgasana Sultan, sehingga tempat duduk Sultan sama tinggi dengan tempat duduk Raffles. Segera saja para pengawal Sultan menghunus kerisnya, tepat saat para perwira Inggris mulai memasuki ruangan. Untung putera mahkota cepat menghalangi dengan berdiri diantara para perwira dan pengawal Sultan, sehingga kejadian itu bisa ditutup i. Selama perundingan dengan Raffles, sultan menampakkan muka yang masam dan tegang, merasa terhina karena insiden tadi, dan Raffles menanggapi nya dengan penuh kecurigaan.

Hasil dari pertemuan Sultan dan Raffles adalah : 

1. Dikembalikan nya semua tanah-tanah kesultanan yang pernah dirampas Daendels.

2. Daerah Grobogan diserahkan kepada Pangeran Natakusuma.

3. Pajak pasar dan cukai pintu gerbang tol diambil alih oleh Inggris dan Sultan akan mendapatkan 80.000 dollar Spanyol setahun sebagai gantinya.


Tapi diam-diam Raffles menjanjikan sesuatu kepada Pangeran Natakusuma, yaitu bahwa semua perjanjian itu akan ditinjau kembali. Hal ini menimbulkan multi tafsir terlebih ditelinga Sri Sultan Hamengkubuwana II.


Juga Diponegoro sendiri entah sengaja entah tidak pernah berbicara bahwa Residen John Crawford pernah berdiskusi tentang segala sesuatu secara pribadi dengan Ayahnya dan dirinya. Dan bahwa dirinya telah ditunjuk secara resmi oleh ayahnya sebagai juru runding dengan pihak Inggris.

Kedudukannya sebagai juru runding ini sangat dihargai oleh John Crawford dan para pejabat Eropa lainnnya.


Banyak nya issue yang berseliweran ditelinga nya membuat Sultan Hamengkubuwono II makin tidak jelas siapa lawan siapa kawan, karena orang-orang dekatnya sendiri saja tidak bisa diharapkan dukungannya.

Oleh sebab itu, untuk memperjelas hal itu Sri Sultan Hamengkubuwana II tgl 2 Januari 1812    mulai menjalin hubungan dengan kasunanan Surakarta, melalui sekretaris nya Raden tumenggung Sumodiningrat, kepada Patih Solo Raden Adipati Cokronegoro. Yang intinya ingin membentuk persekutuan sampai keturun anak cucunya.


Catatan Diponegoro : 

XVI. 23 - Maka demikian kanjeng Sultan makin mantap hati menjadi musuh inggris, tumenggung Sumodimingrat dipercaya untuk tugas ini.

        24 - dan menjalin hubungan dengan Surakarta, tetapi Kanjeng sunan ( Pakubuwana IV ) mempercayakan adiknya, Pangeran Mangkubumi dan Patih nya Adipati Cokronegoro, maka jadilah sebuah persetujuan bahwa dimasa depan, jika terjadi Pertempuran melawan Inggris.

        25 - maka Surakarta akan memukul mereka dari belakang, jadi mereka bersumpah setia dan saling bertukar dokumen, dengan tanda tangan sebagai jaminannya.


Namun disinilah kotornya politik Surakarta, karena walaupun mereka sudah mempersiapkan 7000 tentaranya, tetapi itu hanya show of force untuk menenangkan hati Sri Sultan Hamengkubuwana II. Karena kenyataannya para tentara itu justru ditempatkan dibelakang garis demarkasi Inggris. Untuk melihat hasil pertempuran nanti lebih menguntungkan memihak siapa.


Awal April 1812. 

Raffles mulai mencium niat sultan untuk melawan Inggris, jadi dia menyuruh John Crawford untuk membuka komunikasi dengan putera mahkota, dan putera mahkota menunjuk Patih Raden Ngabehi joyosentiko sebagai wakilnya.

Menurut Diponegoro, Patih joyosentiko ini adalah orang yang mempunyai keberanian luar biasa, yang sangat loyal kepada Ayahnya ( putera mahkota ) yang kelak kesetiaan nya ini akan dibayar dengan nyawanya.


Awal Juni 1812.

Suasana di pihak Keraton Jogja.


Residen Jogja, John Crawford berangkat ke Semarang untuk menemui Gubernur jenderal Raffles, dan membicarakan niatnya untuk melengserkan Sri Sultan Hamengkubuwana II dan menggantinya dengan putera mahkota, bahkan Raffles mengusulkan supaya Diponegoro diangkat sebagai Pangeran Adipati ( calon pewaris tahta ) namun Diponegoro menolak. Bahkan Diponegoro mengangkat sumpah didepan resimen Suronatan sebagai berikut : 

XV. 78 - Jadilah saksi ku.

       79 - jika aku sampai lupa, aku jadikan kalian saksi keteguhan hatiku, biarlah aku tidak dijadikan Pangeran Adipati ( putera mahkota ) bahkan jika kelak dijadikan sultan, sekalipun itu dilakukan oleh ayahku atau Kakek ku.

       80 - aku sendiri tidak ingin mendapatkan nya, kecuali minta ampun kepada yang maha kuasa, tak perduli berapa lama aku di dunia, aku akan selalu berdoa.


Namun hal ini berbeda sekali dengan desas-desus yang beredar di Lingkungan Keraton, karena desas-desus nya justru Diponegoro yang merasa sudah banyak membantu ayahnya sudah selayaknya kelak menggantikan kedudukan ayahnya kalau ayahnya jadi dinobatkan oleh Inggris sebagai Sultan, tapi aturan keraton mencegah ambisinya itu, karena walau bagaimanapun Diponegoro hanyalah anak dari selir ( garwo ampean ) bukan dari istri resmi ( garwo padmi ) ayahnya. Hal inilah menjadi sebab pemberontakannya kelak, karena ambisi politik nya tidak kesampaian ( menurut pejabat Belanda ).


Sri Sultan Hamengkubuwana II sudah makin yakin bahwa akan ada beberapa orang-orang dekat nya yang akan menyeberang ke pihak Inggris, jadi dia mulai merencanakan pembunuhan terhadap putera mahkota dan beberapa pendukungnya.

Namun hal ini sudah tercium oleh pihak Inggris jadi Raffles menyarankan supaya putera mahkota dan komplotannya untuk mengungsi ke wilayah kekuasaan Residen Jogja ( John Crawford ).

Tapi putera mahkota menolak, bahkan dia terus hadir dalam pertemuan-pertemuan resmi keraton, supaya tidak menarik kecurigaan Sri Sultan.


Pada awal Juni 1812.

Suasana di pihak Inggris.


Pasukan ekspedisi Inggris berkekuatan 1000 serdadu terbaik mereka yang separuhnya adalah serdadu Sepoy, tiba di Semarang, Ungaran dan Salatiga, mereka disebar untuk memperkuat garnisun-garnisun di Jawa tengah bagian selatan.


Tgl 13 juni.

Pasukan utamanya mulai bergerak ke ibu kota kesultanan Jogjakarta, mereka tiba secara diam-diam dan memasuki benteng Vredeburg pada waktu malam.


Besok : serbuan Inggris ke Keraton Jogjakarta.

Gambar : John Crawford - Residen Jogja.

0 komentar:

Posting Komentar