Senin, 12 Oktober 2020

Pangeran Diponegoro 10

 DIPONEGORO PAHLAWAN GOA SELARONG.

Bagian 10.

Oleh: Anggoro Ruwanto

Tanggal 31 Desember 1810.

Sultan Hamengkubuwono II dengan patuh menandatangani surat pernyataan penyerahan tahta keraton Yogyakarta kepada putera mahkota. Dan Deandels merasa ini adalah kemenangan politik yang harus dikabarkan kepada dewan Hindia di Batavia dengan perasaan bangga, namun sesungguhnya yang terjadi tidaklah demikian, walaupun secara dejure memang putra mahkota yang jadi raja, tetapi defacto sultan Hamengkubuwono II yang masih tetap memegang kekuasaan. Dan Sultan juga masih tinggal di keraton.

Mengapa Sultan mau saja diperlakukan secara hina oleh Daendels, karena Sultan sudah punya perhitungan sendiri. Dia menunggu waktu yang tepat untuk mengadakan pembersihan pada para pendukung putera mahkota, dan juga berpikir ulang untuk menghadapi tentara Deandels sebanyak 3.200 serdadu yang ditempatkan di keraton Jogja.


Tgl 4 Januari 1811. 

Daendels menarik mundur tentara nya setelah mendapatkan uang ganti rugi sebesar 196.320 dollar Spanyol ( kira-kira 20 juta dollar US ) dan dibayarkan dalam bentuk koin perak, dan disetorkan ke benteng Vredeburg.

Semua diatur oleh Patih Danureja II, yang juga mengawasi pembayaran itu, tapi ada desas-desus bahwa ia menggelap kan sebanyak 20.000 ronde realen, yang kelak akan menyebabkan dia dibunuh.

Dengan demikian kedatangan Daendels ke Keraton Yogyakarta menghasilkan tiga penghinaan kepada Sultan Hamengkubuwono II. Yaitu : 

1. Memaksakan perjanjian yang semena-mena dan menjatuhkan kedudukan Sultan.

2. Di rampoknya  seperlima harta Keraton.

3. Merendahkan gelar Sultan dengan memberikan kepada putera Mahkota tanda jasa berupa bintang ORDE VAN de UNIE yang diberikan raja Louis  pada tanggal 14 February 1811.

Hal ini menyebabkan kecemburuan yang besar pada Sultan Hamengkubuwono II karena Patih Danureja II berhasil membujuk putera mahkota untuk mengenakan bintang jasa ini pada peringatan hari lahir Napoleon 15 Agustus. 


ANCAMAN PERANG SAUDARA: 

Awal tahun 1811 dimulai dengan suasana perpolitikan yang memanas, di jogjakarta. Putera mahkota mulai ingin mandiri dalam tindakan sesuai jabatannya.

Maka dia mulai : 

1. Menunjuk bupati-bupati baru.

2. Membagi bagikan lahan sawah garapan kepada para Bupati baru.

Namun semuanya ini tidak terlaksana karena pada bulan Mei para Bupati baru ini dipecat oleh Sultan, dan tanah-tanah yang dibagikan ditarik kembali.

Bulan Juni 1811.

Sultan bermaksud mengganti putera mahkota dengan putera mahkota yang lebih muda, yaitu Mangkudiningrat.

Dalam catatan Diponegoro : Hal ini disebabkan desakan dua istri sultan, yaitu Ratu Kencono Wulan, dan Ratu mas, ( ibunda Mangkudiningrat ) babad Diponegoro 11:54.


Selama putera mahkota ada di singgasana nya maka situasi Jogja semakin kacau, sejumlah perampokan, dan penyerangan ke tangsi-tangsi Belanda makin sering, issue nya sultan ada dibalik semua peristiwa ini. Dengan tujuan menggoyang kedudukan putera mahkota. ( Carey 2008:274 )


Pada awal tahun yang sama, Inggris di Malaka sedang bersiap siap menyerbu Jawa. Dengan : 

1. 12.000 serdadu Inggris yang terlatih digaris depan.

2. Batalion-batalion Sepoy Benggala yang berani mati.

3. Pasukan artileri berkuda dari Madras.


Tgl 27 February 1811.

Datang kabar yang menggembirakan bagi Keraton Jogja, karena Perancis berhasil mengalahkan Belanda dengan demikian seluruh jajahan Belanda di ambil alih oleh Perancis.

Ada upacara penurunan bendera Belanda dan dinaikkan nya bendera Perancis di lapangan keraton disertai tembakan meriam lima kali dari dalam benteng Vredeburg. Dan pengangkatan sumpah setia kepada kaisar Napoleon yang diikuti oleh seluruh pejabat keraton dan Belanda.

Dan pengangkatan Gubernur jenderal baru yaitu Jan Willem Janssens. Yang menggantikan Daendels pada tgl 16 Mei.

Masa pemerintahan Janssens tidak banyak membawa perubahan karena sebelumnya keuangan pemerintah Belanda di Batavia sudah bangkrut karena banyak di korupsi para pejabatnya termasuk Daendels.


RAFFLES.

Desember 1810, Dari Malaka Raffles banyak mengirim surat kepada raja-raja Nusantara, yang isinya antara lain : 

1. Jangan membuat kesepakatan apapun dengan pemerintah Belanda / Perancis, tunggu saja kedatangan Inggris yang siap membantu mereka mengakhiri hubungan dengan Belanda / Perancis.

2. Khusus untuk Sultan Hamengkubuwono II, Raffles menjanjikan memulihkan kedudukannya, dan mengembalikan hak-haknya secara penuh seperti sebelum ada perjanjian dengan Belanda / Perancis.

3. Membatalkan semua kontrak-kontrak yang sudah di tandatangani antara Sultan Hamengkubuwono II dengan putera mahkota ( Sultan Hamengkubuwono III ).


Tgl 3 Agustus 1811.

Inggris melakukan pendaratan besar-besaran, sebanyak 81 kapal angkut dan kapal perang tiba dilepas pantai Batavia - Cilincing. Dan pada tgl 8 Agustus Batavia berhasil direbut. Dan gubernur jenderal Hindia Belanda yang baru Jan Willem Janssens mencoba bertahan di benteng baru yang dibangun Daendels di Meester Cornelis ( Jatinegara ) namun akhirnya jatuh juga ke tangan Inggris pada tgl 26 Agustus setelah melewati pertempuran yang berdarah-darah, mengakibatkan 500 tentara Inggris tewas, dan korban di pihak Belanda separuh dari serdadu Eropa dan Ambon tewas, dan 80% pasukan bantuan dari Jawa dan Madura tewas. Demikian banyaknya korban tewas yang tidak bisa lagi dimakamkan, sehingga hanya dilemparkan kerawa-rawa. Yang kelak nama wilayah itu terkenal dengan sebutan RAWA BANGKE ( Schoel 1931:313 ).


Jan Willem Jenseens mundur ke Semarang, dan menyusun kembali kekuatan militer nya. Namun sepertinya sia-sia karena telah kehilangan seluruh pasukan artileri nya di Cornelis. Benar saja, karena pad tgl 12 September pasukan Inggris dan Sepoy dibawah komandan kolonel Samuel Gibbs. Mendarat di Semarang dan empat hari kemudian di Jati ngaleh dekat Srondol, Jenssens dan sekutunya ( tentara bayaran Jawa + Madura ) dapat dikalahkan.

Jenseens kemudian mundur ke Salatiga dan bertahan di benteng Belanda " De Hersteller " namun hal ini tidak berlangsung lama karena pada tgl 18 September, diatas jembatan kali Tuntang, dia harus menandatangani pernyataan menyerah.

Semua pejabat sipil Belanda dibebaskan untuk melanjutkan pekerjaannya dibawah penguasa Inggris. Tetapi semua pejabat militer nya ditawan dan dikirim ke Benggala. ( Thorn 1815:101 ).


Diujung kehancuran pemerintah Belanda / Perancis. Di Jawa tengah bagian selatan, gerombolan-gerombolan perampok yang direstui raja-raja di Jawa merampas i para pejabat Belanda / Perancis yang sedang melakukan perjalanan pengungsian, ataupun meminta perlindungan.


Tgl 21 September 1811.

Ajudan Lord Minto ( Raja muda Inggris di India ) yang bernama William Robinson mengadakan pertemuan dengan Raja Surakarta Pakubuwana IV. Demikian juga pertemuannya dengan Sultan Hamengkubuwono II di Jogja, yang intinya pemulihan kembali semua hak-hak keraton seperti sebelumnya.

Catatan Diponegoro : Sultan sepuh ( Hamengkubuwana II / kakeknya ) sangat bergembira ( geng tyasipun ) bahwa Belanda sudah sirna dan dia dapat melakukan pembalasan kepada para pesaingnya didalam keraton. Babad Diponegoro II : 55.


Segera Sultan Hamengkubuwono II memberikan perintah kepada seluruh bupati dan para pejabat dibawahnya untuk tidak merundingkan hal apapun dengan pejabat Eropa.


Tgl 28 Oktober 1811.

Patih Danureja II dipanggil sultan untuk menghadiri pasewakan Ageng ( pertemuan seluruh pejabat keraton ) dan pagi itu dengan langkah goyah dan hati berdebar-debar Patih berusaha tetap hadir.

Namun saat memasuki paviliun Purworetno, ia ditangkap oleh tujuh pejabat keraton senior, yang dipimpin oleh Adipati Sumodimingrat. Dia dicekik dengan tali / Lawe putih, yang membuat nya meronta-ronta sebelum menghembuskan nafasnya yang penghabisan.

Esoknya jenasah nya dibawa ke selatan untuk dimakamkan di pekuburan para penghianat, diluar Imogiri. Tempat dimana jasad Raden Ronggo sepuluh bulan sebelumnya dimakamkan.


Besok : nasib putera mahkota ( sultan Hamengkubuwono III - ayah Diponegoro )

Gambar : Sir Thomas Stamford Raffles.

0 komentar:

Posting Komentar