Minggu, 11 Oktober 2020

Hamengkubuwono II

Hamengkubuwono II ( seri Amangkurat ): Pangeran mangkudiningrat, Raden mas. Suraja, Pangeran Natakusuma dan Geger SEPEHI.

Oleh: Anggoro Ruwanto

PANGERAN MANGKUDININGRAT.

Mangkudiningrat adalah anak kesayangan Hamengkubuwana II dari Kanjeng ratu Hemas, dialah yang digadang-gadang / dikehendaki oleh Hamengkubuwono II sebagai putera mahkota yang kelak menggantikan dirinya, Kecintaan HB II terhadap Mangkudiningrat ini terlukis dalam buku Kuasa Ramalan karya Peter Carey.

Namun hubungannya yang buruk dengan Belanda dimanfaatkan oleh salah satu istrinya, yakni GKR Kedaton yang bekerja sama dengan Patih Danureja I melobi Belanda, supaya putera nya ( Rm. Suraja ) yang diangkat sebagai putera mahkota.

Jadilah Belanda mengangkat Rm. Suraja menjadi Sunan Hamengkubuwono III. 

Saat Belanda dikalahkan Inggris, Sultan Hamengkubuwono II naik kembali ketahtanya, Rm. Suraja kembali ke kedudukannya semula sebagai putera mahkota. Karena Pangeran Mangkudiningrat tidak mau terlibat dalam konflik Keraton antara Ibu tirinya yaitu GKR. Kedaton, dan ibunya sendiri, GKR Hemas, serta Patih Danureja I yang cukup punya pengaruh dilingkungan istana.

Ketika Sultan Hamengkubuwono II dibuang oleh Inggris ke Penang lalu ke Ambon - Ternate, dia didampingi oleh putera kesayangannya yaitu Pangeran Mangkudiningrat. 

Sampai Makam Mangkudiningrat juga bersebelahan dengan makam Sultan Hamengkubuwono II di Kotagede ( satu-satunya raja yang tidak dimakamkan di Imogiri ).


PANGERAN NOTOKUSUMO :

Pangeran Notokusumo, saudara Sultan Hamengkubuwono II yang lahir dari lain ibu. Notokusumo ini kelak bergelar Paku Alam I.

Mudahnya Inggris menyerbu keraton itu berkat adanya informasi yang diberikan Pangeran Notokusumo.

Kompensasi dari peran itu, Notokusumo kemudian diangkat menjadi pangeran mardiko (merdeka) dan diberi tanah seluas 4.000 cacah. Yang diambilkan dari tanah Pakubuwana IV. Notokusumo kemudian naik takhta sebagai KGPAA Paku Alam I berdasarkan politik kontrak dengan Inggris 17 Maret 1813.

( Inilah sepintas pengulangan sejarah untuk memperjelas peran Mangkudiningrat dan Paku Alam I yang sebelumnya bisa dibaca dipostingan saya bagian 19 dan 20. )


GEGER SEPEHI.

Geger Sepehi merupakan peristiwa penyerbuan Keraton Yogyakarta yang dilakukan oleh pasukan Inggris pada tanggal 19-20 Juni 1812. Nama sepehi berasal dari pasukan Sepoy ( Orang-orang India ) yang dipekerjakan oleh Inggris sebagai tentara bayaran.


PIHAK PIHAK YANG TERLIBAT.

Tentara Inggris dan Sepoy Yang dikomandani oleh :

1. Thomas Stamford Raffles

    John Crawfurd

    Robert Gillespie

    ( Dibantu )

2. Tentara Pangeran Natakusuma dan panglima nya Tan Jin Sing.


Tentara kesultanan Jogjakarta dikomandani oleh : 

Mangkunegara II

Sultan Hamengkubuwana II

KRT Sumadiningrat.


Kekuatan

Inggris lebih dari 1000 pasukan.

Jogjakarta kurang dari 7000 pasukan

Korban :

Pasukan Inggris:

23 tewas termasuk seorang perwira

74 luka.

Tentara Keraton:

tidak ada datanya.


LATAR BELAKANG : 

Setelah Belanda takluk dan meninggalkan wilayah Hindia Belanda, maka Hindia-Belanda di bawah kekuasaan Inggris (1811), Sultan Hamengkubuwana II kembali menduduki tahta Kesultanan Yogyakarta. Sementara itu, Hamengkubuwana III kembali menjadi putera mahkota setelah membuat perdamaian dengan ayahnya pada tanggal 5 November 1811. Namun, kedatangan Inggris ditentang oleh keraton-keraton di Jawa (Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta) yang mengadakan perjanjian rahasia untuk melawan Inggris. Ketegangan yang memuncak membuat John Crawfurd (residen Inggris di Yogyakarta) menghubungi putera mahkota ( Rm. Suraja / eks Hamengkubuwono III,) melalui perantaraan Pangeran Diponegoro. Pihak Inggris bermaksud untuk mengangkat putera mahkota kembali menjadi sultan karena memiliki sikap lebih ramah dan penurut dibandingkan ayahnya yang kaku. Di lain pihak, Sultan Hamengkubuwana II bermaksud membujuk Inggris untuk mengganti kedudukan putera mahkota kepada MANGKUDININGRAT ( putera kesayangannya dari istrinya GKR Hemas.) Putera mahkota sendiri ( Rm. Suraja ) dikisahkan dalam Babad Bedhahing Ngayogyakarta atau Babad Ngengreng karya Bendara Pangeran Harya Panular dan tinjauan Residen Valck tidak berniat merebut kekuasaan - bersikap pasif. meskipun keselamatan dirinya terancam oleh ayahnya. Itulah sebabnya dirinya masih berada di keraton pada saat Inggris menyerang.


JALANNYA PEPERANGAN :

Pada tanggal 13 Juni 1812, lebih dari 1000 orang pasukan Inggris (setengahnya Sepoy) memasuki Benteng Vrederburg secara diam-diam di malam hari. Raffles baru tiba di jogjakarta 4 hari kemudian, yairu pada tanggal 17 Juni 1812. 

Keesokan harinya pada pukul lima pagi, keluarga Pangeran Natakusuma mengungsi ke benteng Van den Burgh yang dikuasi Inggris. sementara pengikutnya memakai kain putih di lengan kiri sebagai tanda pengenal bahwa mereka sekutu Inggris. 

Namun paada hari itu juga, pasukan penyergap yang dipimpin Raden Harya Sindureja berhasil menyergap pasukan kavaleri Inggris dan mengalahkan nya, hal ini menjadi satu-satunya kesuksesan pasukan keraton dalam menghadapi Inggris.


Pada hari yang sama, Raffles mengultimatum Sultan untuk menyerahkan kedudukan kepada putera mahkota ( Rm. Suraja ) tapi ditolak oleh sultan. Pada tanggal 19 Juni 1812, pasukan Inggris mulai membombardir keraton sebagai peringatan, tetapi sultan mengabaikannya. Terjadi insiden pada bastion timur laut, di mana meriam Kyai Nagarunting meledak ketika ditembakkan, mengakibatkan beberapa pengawaknya (anggota brigade Setabel,/ pasukan artileri keraton) mengalami luka bakar. Sebuah gudang amunisi yang dijaga anggota brigade Bugis juga dilaporkan meledak terkena peluru meriam Inggris. 

Pertempuran utama terjadi pada tanggal 20 Juni 1812 yang dimenangkan oleh Inggris. Pada saat fajar keesokan harinya, pasukan Inggris menggunakan tangga-tangga bambu yang disiapkan Kapitan Tionghoa Tan Jin Sing untuk masuk ke dalam keraton. Selain itu, terjadi pula penembakan terhadap plengkung Tarunasura dan pintu Pancasura yang memperparah penyerbuan. 

Penyerangan tersebut mengakibatkan banyak keluarga Keraton Yogyakarta yang tewas, antara lain salah satu dari ketiga menantu sultan (KRT Sumadiningrat, panglima pasukan keraton) dan Ratu Kedaton ( ibunda Rm. Suraja ). 

Saat pasukan Inggris berhasil mengepung kedhaton (pusat keraton), Sultan Hamengkubuwana II menyerah dengan berpakaian serba putih. Seluruh perhiasan di tubuh sultan dan rombongannya dilucuti oleh pasukan Inggris.


Pasukan Inggris menjarah keraton dan mengambil naskah-naskah yang tersimpan untuk dibawa ke Inggris. Jumlah naskah-naskah yang dibawa diperkirakan lebih dari 7000 buah. Selain itu, perhiasan, keris, perangkat alat musik di dalam keraton diangkut ke kediaman residen menggunakan pedati dan kuli-kuli panggul. Namun, saat mengangkat Rm. Suraja jadi Sultan Hamengkubuwana III, pusaka keris dikembalikan lagi kepada keraton.


AKHIR DARI GEGER SEPEHI.

Hamengkubuwana III resmi diundang untuk "kembali mendiami keraton". Pada tanggal 22 Juni 1812, Karena jasa-jasanya Raffles mengangkat Natakusuma sebagai Paku Alam I yang menguasai wilayah Pakualaman. Pada tanggal 3 Juli 1812, Sultan HB II dan puteranya, yaitu Pangeran Mangkudiningrat, dipindahkan ke Semarang dan selanjutnya diasingkan ke Pulau Pinang. Lalu ke Ambon - Ternate dan kelak oleh Belanda dikembalikan kedudukannya sebagai Sultan jogjakarta kembali ( ada dibagian 19 & 21 )


Besok : GEGER SEPEHI ( Detailnya Pertempuran )


Referensi Sunting

^ a b c d e f Peter Carey. 2014. Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855). Penerjemah: Bambang Murtianto. Editor: Mulyawan Karim. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-709-799-8.

^ Ofita Purwanti. 2014. Javanese Power: Silent Ideology and Built Environment of Yogyakarta and Surakarta. Tesis. The University of Ediburg.

^ ABK. 15 Mei 2012. Sultan Minta Naskah Kuno Keraton Dikembalikan.

0 komentar:

Posting Komentar