Sabtu, 10 Oktober 2020

Amangkurat V

Amangkurat V

(Mas Garendi / Sunan Kuning, Tan He Tik, Tan Sin Ko, Kapitan Souw Phan Xiang)

Oleh: Anggoro Ruwanto

Pemerintahan Sunan Pakubuwana II sekitar tahun 1740-an :

Karena bantuan VOC melenyapkan musuh-musuhnya, Sang Raja lebih memihak ke Kompeni Belanda ketimbang ke bangsanya sendiri. Banyak pihak yang tidak puas : 

1. Para bangsawan Jawa tidak terima dengan pilihan politik Sang Raja. Yang demikian menghormati dan mengikuti apapun rencana / aturan Belanda.

2. Para kaum ulama dan pesantren-pesantren nya tidak lagi mendapat simpati Raja, dan tidak pernah lagi diminta i nasehat sejak mereka pernah memberontak dua kali.

3. Rakyat yang tidak puas dengan kehidupannya yang semakin sulit karena harus menjual tenaga dan panennya pada Belanda.

Tapi lama kelamaan sunan Pakubuwana II terjepit sendiri, tidak disenangi para bangsawan, alim ulama, dan rakyat nya, juga pembayaran pampasan perang kepada Kompeni yang telah membantunya amat memberatkan kas kerajaan, belum negeri-negeri pesisir pantai Utara yang tidak bisa lagi diharapkan pajaknya karena sudah digadaikan kepada kompeni oleh ayah nya sunan Amangkurat 4.

Melalui Patih Danureja, sunan Pakubuwana II mengadakan pertemuan dengan parapejabat keraton dan para bupati untuk bersumpah setia serta bersiap mengusir kompeni keluar Tanah Jawa.

Di masa kepemimpinannya, pasukan Mataram dibawah kepemimpinan Patih Danureja pernah menyerang Benteng Kompeni di Kartasura pada 1741. Tercatat 10 prajurit kompeni tewas di dalam dan sekitar benteng.

Sunan Pakubuwana II juga diam-diam pernah mengirim 1500 pasukan Mataram ke Semarang untuk membantu Pemberontakan pasukan Tionghoa melawan VOC. ( Waktu itu sedang ada geger Pecinan - akan saya ceritakan sepintas. Geger Pacinan diawali dengan pembantaian 10 ribu orang Tionghoa oleh VOC di Batavia . Horor penyembelihan manusia oleh manusia itu menyulut pemberontakan orang-orang cina kepada VOC. )

Pemimpin pemberontakan buruh pabrik gula Gandaria, Batavia, adalah Souw Phan Ciang/yang kemudian oleh lidah Jawa dikenal sebagai Kapitan Sepanjang. Dia lari sampai Semarang dan bergabung dengan laskar Tionghoa pimpinan Singseh (Tan Sin Ko).

Kapitan Sepanjang dan Singseh berperang melawan VOC, . Namun, kemenangan sulit diraih, walaupun sudah di bantu pasukan Sunan Pakubuwana II, bahkan VOC mengklaim mereka sebagai pihak yang menang.

Berita yang simpang siur ini membuat sunan Pakubuwana II berubah sikap 180 derajat dari yang semula melawan kompeni menjadi memihak kompeni. Dukungan Mataram ke pemberontak Tionghoa dicabut di awal tahun 1742.

Perubahan sikap itu dilatarbelakangi Pakubuwana II yang khawatir dilengserkan dari takhta Raja Mataram bila terus melawan VOC. Soalnya, VOC memang dikenal jago bikin intrik politik.

Di sisi lain, para ningrat juga banyak yang mengincar kedudukan Pakubuwana II. Sejak saat itu, Perang laskar cina melawan Pakubuwana II dan VOC berkobar.


Mas GARENDI / SUNAN KUNING.

Nama asli Sunan Kuning adalah Raden Mas Garendi, lahir pada tahun 1726. Dia adalah putra bungsu dari Pangeran Teposono, atau cucu dari Amangkurat III. 

Masa kecilnya sudah diwarnai politik berdarah. Pada waktu Pangeran Arya Mangkunegara, sedang dicari-cari Patih Danureja, untuk dihadapkan kepada sunan Pakubuwana II, Pangeran Teposono berusaha meloloskan Pangeran Arya Mangkunegara, dengan meminjamkan kuda nya ( kyai Dadung awuk ) setelah Pangeran Arya Mangkunegara tertangkap, di gapura wetan.. Pangeran Teposono ikut terseret karena diketahui membantu pelariannya. Untuk itu dihadapan seluruh keluarga besar nya, Pangeran Teposono atas perintah Sunan Pakubuwana II dihukum picis... ( Di sayat-sayat tubuhnya dengan keris dan pedang, hingga mandi darah dan mati ) Raden mas Garendi turut menyaksikan, waktu itu umumnya baru 14 th.

Usai ayahnya tewas, Raden mas Garendi dibawa lari menyelamatkan diri meninggalkan Keraton Kartasura oleh pamannya bernama Wiramenggala. Mereka melintasi Gunung Kemukus hingga sampai Grobogan.

Di lokasi itu, rombongan pelarian Kartasura berjumpa dengan keluarga Tionghoa, Tan He Tik. ( Pengusaha dan pendekar ) Garendi lantas dipungut anak oleh Tan He Tik. 

Di Grobogan, Raden Mas Garendi selama dua tahun menghimpun kekuatan. Tiga brigade Jawa dan tiga brigade Tionghoa dikumpulkan. Mereka rapat membuat rencana yang amat sangat besar: menyerang Keraton Kartasura tempat Pakubuwana II bertakhta.

Berikut adalah pihak-pihak yang mendukung Raden mas Garendi, remaja di bawah 17 tahun yang ingin merobohkan kekuasaan Raja pro-penjajah:

1. Patih Notokusumo, bawahan Pakubuwana II yang memilih mendukung Garendi dan pasukan Tionghoa

2. Bupati Grobogan Martapuro

3. Bupati Pati Mangunoneng

4. Tan sin koh ( singset ) pemimpin laskar Tionghoa dari Tanjung Welahan (dekat Demak)

5. Kapitan Sepanjang, ( Souw Phan Xiang ) pemimpin pemberontakan Tionghoa dari Batavia.

Rapat ke 2 pindah ke Pati, Jawa bagian tengah, 6 April 1742. Mereka membahas soal siapa yang harus menggantikan Pakubuwana II.

Singseh mengusulkan agar Bupati Grobogan Martapuro saja yang diangkat menjadi Raja Mataram, Kapitan Sepanjang setuju dengan usul Singseh. Namun Bupati Pati Mangunoneng tidak setuju karena Martapuro tidak memiliki wahyu, bobot (kepantasan), dan bibit (asal-usul / darah biru ) untuk menjadi Raja Mataram.


Tan He Tik  ( orang tua angkat Rm. Garendi ) mengusulkan agar Raden mas Garendi yang menjadi raja pengganti Pakubuwana II. Soalnya, Garendi adalah cucu Raja Mataram Amangkurat III. Selain itu mungkin juga ayah angkatnya mewariskan ilmu silatnya sehingga Raden mas Garendi punya wibawa dan disegani.

Kapitan Sepanjang sempat khawatir Garendi bakal berkhianat karena kerabat Keraton biasanya apabila sudah mendapatkan kedudukan lalu berkhianat, seperti Pakubuwana II yang semula melawan VOC Sekarang malah dipihak VOC. Namun akhirnya, semua bersepakat, Garendi-lah yang menjadi Raja Mataram.


Anak usia 16 tahun itu diberi gelar Sunan AMANGKURAT V Senopati Ing Alaga Abdurrahman Sayidin Panatagama (Panglima Perang, Hamba dari Maha Pengasih Selaku Pemimpin Agama). dalam upacara itu hadir para ulama di samping kanan Amangkurat V dan para Panglima prajurit cina berpakaian pendekar Tionghoa di samping kirinya.

"Seorang Raja yang ingkar janji (Pakubuwana II) tidak bertuah lagi, gebuklah dia pasti akan kabur," ujar Garendi yang kini menjadi Amangkurat V.

Raden mas Garendi kemudian dijuluki sebagai Sunan Kuning oleh para pengikutnya. Selain karena banyak pengikutnya yang berkulit kuning (Tionghoa), juga karena orang Tionghoa menyebutnya sebagai 'cun ling' atau " panglima tertinggi "

Sejak saat itu, pertempuran demi pertempuran dilakoni oleh koalisi Jawa-Tionghoa. Mei 1742, komposisi pasukan Jawa-Tionghoa terdiri dari seribu prajurit Jawa dan seribu prajurit Tionghoa. Perkembangan selanjutnya, komposisi pasukan Jawa menjadi lebih banyak ketimbang Tionghoa.


Pada Juni 1742, Sunan Kuning dan pasukannya menuju Kartasura. Laskar Tionghoa dipimpin panglimanya bernama Gouw Oen Tik, Liem Ma xian, dan Phi Hou liong. Laskar Jawa di bawah komando Kertawirya, Wirajaya, dan Martapuro.

"Sunan yang masih remaja ( belum ada 17 th ) tersebut dikawal oleh Patih Mangunoneng, Kapitan Sepanjang, dan Singseh. Mereka bertempur di Salatiga hingga Boyolali," 

30 Juni 1742, pasukan Sunan Kuning menjebol Keraton Kartasura, menjebol dalam arti sebenarnya. Jebolan tembok Istana itu bahkan bisa dilihat sampai sekarang.

Konon, tembok Istana itu berhasil dilubangi karena pasukan Sunan Kuning menggunakan meriam. Orang Tionghoa merupakan ahli dalam urusan mesiu.

Suasana Keraton Kartasura mendadak kacau dan luluh lantak karena digeruduk pasukan Jawa-Tionghoa. Pakubuwana II dan keluarganya melarikan diri dari keraton lewat pintu belakang.

Mereka semua dievakuasi oleh Kapten Van Hohendorff bersama pasukan VOC. Mereka mengungsi ke arah Magetan via Gunung Lawu.

0 komentar:

Posting Komentar