Minggu, 11 Oktober 2020

Pangeran Diponegoro 1

 DIPONEGORO PAHLAWAN GOA SELARONG.

Masa muda (Bagian 1):  Ratu Ageng dan Tegalrejo.

Oleh: Anggoro Ruwanto

SEKILAS :

Diponegoro lahir di Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785 dari ibu yang merupakan seorang selir (garwa ampeyan), bernama R.A. Mangkarawati, dari Pacitan dan ayahnya bernama Gusti Raden Mas Suraja, yang di kemudian hari naik tahta bergelar Hamengkubuwana III.( Baca postingan saya Hamengkubuwana III di seri Amangkurat ) 


Pangeran Diponegoro sewaktu dilahirkan bernama Bendara Raden Mas Mustahar, setelah dewasa diubah menjadi Bendara Raden Mas Antawirya.Nama Islamnya adalah Ngabdul Kamid.

Setelah ayahnya naik tahta menjadi Sultan Hamengkubuwono III, Bendara Raden Mas Antawirya diwisuda sebagai pangeran dengan nama Bendara Pangeran Harya Dipanegara.


ASAL USUL :

Diponegoro lahir pada tanggal 11 November 1785 tepat menjelang fajar, saat sahur pada bulan ramadhan, ( Jawa Bulan Sura ).

Ayahnya baru berumur 16 tahun saat Diponegoro lahir.

Namun menjelang usia usia 7 tahun Diponegoro di boyong / dikeluarkan dari Kaputren dan dibawa nenek buyut nya ( Ratu Ageng ) untuk menemaninya diperkebunan Tegalrejo. Tiga kilometer jauhnya dari keraton. Arahnya ke barat laut.


RATU AGENG : 

Ratu Ageng adalah permaisuri Hamengkubuwana I. Setelah menetap di Tegalrejo disebut Ratu Ageng Tegalrejo, ayahnya adalah Kiai Ageng Derpoyudo, ulama kondang di Majang Jati.

Ratu Ageng mempunyai darah bangsawan dari Sultan kerajaan Bima, Abdul Kohir I. Yang menurun pada kakeknya Kiai Ageng Datuk Sulaiman yang menikahi putri seorang ulama terkemuka dari Jawa timur. Kiai Wiroyudo - Sokawati.

Jadi Ratu Ageng adalah perempuan yang amat Sholeh dan kuat dalam pengamalan agamanya, hal inilah yang kelak dia tanamkan dalam hati dan pikiran buyutnya ( Diponegoro ).

Ratu Ageng juga amat rajin membaca semua kitab-kitab agama, baik kitab kuning maupun terbitan timur tengah. Namun dia juga amat menjunjung tinggi adat dan nilai-nilai budaya Jawa.

Pula Ratu Ageng adalah seorang administrator yang baik dia lah yang berinisiatif membuka hutan dan menjadikan nya perkampungan Tegalrejo ( lahan yang makmur ) dan mengatur dengan baik para pengikutnya / rakyatnya hingga benar-benar mengalami hidup makmur. Juga seorang pebisnis yang mumpuni, karena menjalin hubungan dagang dengan para pedagang dari pantai Utara. Seperti Semarang dan Jepara. Dan selalu memperoleh keuntungan yang bagus.


Walaupun waktu mengangkat Diponegoro sebagai asuhannya Ratu Ageng sudah berusia 65 tahun tapi masih energik luar biasa, mungkin karena waktu remajanya pernah menjadi komandan prajurit wanita yang bertempur bersama suaminya - Hamengkubuwana I melawan Belanda di perang Giyanti ( 1746 - 1755 ).

Seluruh sifat dan didikan Ratu Ageng inilah yang kemudian membentuk pribadi Diponegoro.


ALASAN RATU AGENG KELUAR KERATON : 

Banyak alasan yang membuat Ratu Ageng kecewa dan membuatnya hengkang dari keraton dan membuka lahan baru / Tegalrejo.

1. Puteranya ( Hamengkubuwana II ) tidak perduli pada agama Islam, jarang Jumat an di masjid Ageng. Dan tidak mengerjakan rukun Islam dengan tertib.

2. Kesukaan nya madat ( mengisap candu )

3. Intrik dan perselisihan terus menerus diantara Anak-anak nya.

4. Belanda yang makin turut campur hampir pada semua permasalahan keraton karena sangat dekatnya hubungan Patih Danureja II dengan para pejabat Belanda.


Diponegoro turut mengutuk i mereka ( para bangsawan keraton ) diantaranya Raden tumenggung Sumodiningrat, Raden Adipati Danureja II, dan Raden Ronggo Prawirodirjo. Sebagai orang-orang pendosa yang tak terampuni, kelak akan menemui kematian secara mengenaskan ( babad Diponegoro, II:46 )


Saat Ratu Ageng menjelang kematiannya 17 Oktober 1803, dia masih sempat berpesan kepada puteranya ( Hamengkubuwana II ) begini " Sultan, lorong yang aku harus jalani itu sulit, dan sekarang aku merasa sesungguhnya aku ini tak lebih daripada manusia biasa, anakku ingatlah, Meskipun engkau sekarang ini raja, sesudah kematian mu, engkau tak lebih daripada seorang Batur / kuli / pembantu. Jadi hiduplah secara wajar "

Pada pukul 15.00 Ratu Ageng wafat, dan pemakaman nya diiringi prosesi ratusan rakyatnya juga para kerabat keraton kecuali puteranya sendiri. HAMENGKUBUWONO II dan cucunya yang kelak jadi Sultan Hamengkubuwono III, mereka mengikuti prosesi itu hanya sampai alun-alun selatan, lalu pulang ke Keraton karena tersinggung dengan perkataan Ratu Ageng, yang paling terpukul dalam kedukaan ini adalah Diponegoro yang turut berjalan kaki sambil berkali-kali mengusap air matanya yang terus menetes, sejauh 18 km arah selatan dari Jogjakarta, yakni kepemakaman raja-raja Imogiri.


DIPONEGORO DI TEGALREJO :

Suasana padesaan Tegalrejo tentu jauh sekali dari suasana keraton yang selalu ramai. Di Tegalrejo Diponegoro belajar hidup sederhana dan bergaul dengan semua rakyat jelata tanpa perlu terikat pada tatakrama yang ketat.


Kadang apabila tiba masanya menanam atau memanen padi tanpa sungkan-sungkan dia ikut masuk sawah berbaur dengan para petani. Kadang dia juga berkelana ke pantai selatan, Gowa langse dan Gowa Selarong, kadang juga ke pasargede Imogiri, 


Diponegoro sangat memperhatikan bagaimana nenek buyut nya mengelola pertanian dan perkebunan nya, juga caranya dia berdagang dengan para saudagar dari pantai Utara. 

Hal ini mempengaruhi caranya dia mengelola

keuangan, menjadikannya sangat irit / hemat. 

Diponegoro adalah satu-satunya Pangeran sezamannya yang tidak terlibat hutang, judi dan kesenangan lain, dan dia lah satu-satunya Pangeran diluar kraton yang mempunyai penghasilan amat besar dari tanah-tanah nya, dan perdagangan nya, tanpa melakukan pemerasan. ( Kelak kekayaan nya inilah yang menopang dana peperangan nya ) Van der Kemp residen Manado sampai berkomentar " Diponegoro adalah Pangeran yang amat hati-hati dengan uangnya bahkan sampai batas kemiskinan "


Pengaruh keagamaan yang kuat dari Ratu Ageng juga membuat Diponegoro muda senang bergaul dengan para ulama-ulama desa maupun kiai-kiai pesantren. Walaupun tidak pernah nyantri secara khusus namun ilmu agama nya melebihi para santri karena kiai-kiai dan Ulama-ulama yang menghormati Ratu Ageng juga menghormatinya. Kadang dalam kunjungan-kunjunga nya mereka secara khusus mengajar Diponegoro, sampai berhari-hari. Demikian pula kadang Diponegoro yang mengunjungi mereka dan mondok sampai berhari-hari untuk menimba ilmu.


DIPONEGORO AHLI WARIS TEGALREJO : 

Diponegoro ditinggal wafat nenek buyutnya pada waktu umur 18 tahun. Ia sekarang tinggal sendirian di Tegalrejo menggantikan kedudukan Ratu Ageng. Mengelola tanah pertanian, tanah tegalan, mengatur rakyat nya, berdagang hasil bumi dengan para saudagar pantai Utara.. menjalin hubungan dengan semua kasta di wilayahnya.


Nb : Rujukan akan disertakan pada akhir episode.


BAGAIMANA KAH KONDISI TEGALREJO SESUNGGUHNYA ? :

ada dibagian 2

0 komentar:

Posting Komentar