Minggu, 11 Oktober 2020

AmangkuratvV

Amangkurat V: Rm. Said ( Pangeran samber nyawa ), Kapitan Sepanjang dan Pakubuwana II.

Oleh: Anggoro Ruwanto

Terbelahnya persatuan Tiong hoa dan pribumi karena politik Belanda.


1 Juli 1742, Sunan Amangkurat V alias Sunan Kuning bertakhta di Kartasura.


Kabinet Sunan Kuning dibentuk. 

- Mangunoneng diangkat menjadi Patih.  

- Martapuro diangkat menjadi pelaksana harian komando pertempuran dengan nama Sujonopuro. 

- Raden Mas Said Suryokusumo ( Pangeran Samber Nyawa ) diangkat sebagai panglima perang.

Jatuhnya Keraton Surakarta tak membuat perang berhenti. 

Serangan demi serangan terus dilancarkan untuk mengusir Sunan Kuning dari tahta Mataram.

Pada 26 November 1742, Sunan Kuning harus beranjak dari kursi Raja karena digempur oleh tiga pihak : pasukan Pakubuwana II, pasukan VOC, dan pasukan Cakraningrat IV dari Madura


Akhirnya Cakraningrat IV berhasil merebut kembali Keraton Surakarta. Setelah berdebat dengan VOC, dia akhirnya mau menyerahkan kembali Keraton itu ke tangan Pakubuwono II.


Pada 20 Desember 1742, Pakubuwono II kembali ke tahtanya. Kedudukannya menjadi sangat lemah karena berhutang budi pada VOC. Mulai saat itu seluruh patih dan bupati yang diangkat Sunan harus seizin VOC. Mataram pun dipaksa menyerahkan sejumlah daerah miliknya yang strategis.


Di sisi lain, Sunan Kuning dengan pengawalan Kapiten Sepanjang dan sisa prajuritnya bergerak ke arah Timur dan meneruskan perlawanan.

Kondisi mereka makin lemah karena sejumlah pemimpin perjuangan tewas dalam pertempuran.


Dalam sebuah pertempuran, Kapiten Sepanjang terpisah dengan Sunan Kuning. Sunan Kuning kemudian menyerah pada Belanda di Surabaya tanggal 2 Desember 1743. Versi lain menyebut Sunan ditangkap saat datang untuk berunding di markas VOC. Dia kemudian dibuang ke Sri Lanka.


Sementara itu Kapiten Sepanjang terus meneruskan perjuangannya. Hingga akhirnya dia menyeberang ke Bali dan mengabdi pada salah satu kerajaan di sana.


Setelah peristiwa perang Jawa-Tionghoa melawan VOC ini, penjajah mulai memisahkan pemukiman orang Tionghoa dan pribumi. Mereka takut jika masih bersatu, akan muncul pemberontakan lagi.


Sistem Passenstelsel dan Wijkenstelsel terus diperketat. Orang Tionghoa harus tinggal di pemukiman khusus atau PECINAN dan diawasi dengan ketat. Untuk keluar dari pemukiman mereka harus membawa surat ijin.

Pemukiman khusus orang-orang Tionghoa ini kadang disebut juga KEPOSAN karena setiap keluar masuk mereka harus lapor pada pos jaga Belanda.


Perlahan-lahan mulai terbentuk segregasi ( pemisahan ) antara Tionghoa dan kaum Bumiputera. Apalagi Belanda mendudukkan warga Tionghoa di kelas II, setelah Eropa. Sementara Bumiputera menjadi masyarakat kelas III.


Perang Kuning ini mematahkan stigma jika Tionghoa selalu jadi antek-antek penjajah. Saat perang melawan VOC, mereka adalah saudara sehidup semati dengan para tentara dan laskar Jawa.


Perang ini juga berpengaruh pada awal mula terbaginya Keraton Mataram menjadi Kasunan Surakarta dan Kesultanan Jogjakarta. Lemahnya Sunan Pakubuwono II menimbulkan bibit-bibit ketidakpuasan di kalangan keraton.


Catatan : 

1. Siapakah Rm. Said ( Pangeran samber nyawa ) ?

2. Bagaimana perjuangan kapitan Sepanjang selanjutnya ?

3. Bagaimana pemerintahan Sunan Pakubuwana II ?


Rujukan Sunting :

1. Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi

2. H.J.de Graaf. 1989. Terbunuhnya Kapten Tack, Kemelut di Kartasura Abad XVII (terj.). Jakarta: Temprint

3. M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

4. Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius

5. Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu

6. J. Ras.1993. Geschiedschrijving en de legitimiteit van het koningschap op Java In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 150 (1994), no: 3, Leiden, 518-538.

0 komentar:

Posting Komentar