Minggu, 11 Oktober 2020

Hamengkubuwono X

 Hamengkubuwono X ( seri Amangkurat ): Mempunyai 5 orang putri, 3 Sabdatama dan Menjadi Gubernur.

Oleh: Anggoro Ruwanto

SEJENAK MENGENANG SRI SULTAN HAMENGKUBUWONO IX.

Bagi warga DI Yogyakarta yang usia diatas 50 tahun, tentu bisa mengenang kiprah almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Beliau adalah Raja Kasultanan Yogyakarta, Kepala Daerah DIY, mantan Wakil Presiden RI, pejuang dan pahlawan negara. Ini adalah ayah dari Sri Sultan HB X yang saat ini memerintah.


Almarhum Sultan HB IX dikenal sebagai pemimpin yang amat sangat merakyat dan dicintai rakyat. Beliau sering blusukan ke pasar-pasar bukan untuk cari dukungan, tapi ingin membantu warga miskin. Beliau sudah kaya dan terhormat dari lahir sehingga tidak butuh pencitraan. Sejarah mencatat, beliau punya peran besar dalam kemerdekaan RI dan upaya mempertahankan kemerdekaan. Sampai-sampai beliau dan Bung Karno berinisiatif memindahkan ibukota ke Jogja untuk mempertahankan kemerdekaan, serta beliau membangunkan gedung Istana Negara di Yogyakarta (sampai sekarang masih ada gedungnya, disamping Malioboro, seberang Benteng Vredeburg).


Sejarawan mencatat, beliau beberapa kali ditawari menjadi Presiden dan beberapa kali berkesempatan menjadi Presiden tapi beliau tidak mau. Beliau hanya sekali menjadi Wapres (jaman Soeharto) dan itupun hanya satu periode dan setelah itu tidak mau lagi dipilih.


Kecintaan warga DIY terhadap almarhum sangat tinggi. Wajar ketika beliau wafat tahun 1988, sepanjang jalan dari Keraton hingga Imogiri Bantul (tempat pemakaman) dijejali para pelayat. Diatas 500 ribu pelayat. Guiness Book Of International Record mencatat peristiwa itu sebagai jumlah pelayat terbanyak di dunia yang pernah ada. Koran dan media besar nasional pun menjadikannya sebagai topik bahasan utama: perginya pemimpin besar, pembela rakyat nan sejati.


HAMENGKUBUWONO X.


Tempat lahir: Daerah Istimewa Yogyakarta

Tanggal lahir: 2 April 1946.


Sri Sultan Hamengkubuwono X adalah raja Kesultanan Yogyakarta sejak tahun 1989 dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sejak tahun 1998. Ia lahir dengan nama BRM Herjuno Darpito. Setelah dewasa bergelar KGPH Mangkubumi dan setelah diangkat sebagai putra mahkota diberi gelar KGPAA Hamengku Negara Sudibyo Rajaputra Nalendra ing Mataram.


Penobatan Hamengkubuwono X sebagai raja dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 1989 (Selasa Wage 19 Rajab 1921) dengan gelar resmi Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat.

Ia merupakan anak laki-laki tertua dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan istri keduanya, RA Siti Kustina.

Hamengkubuwono X adalah seorang lulusan Fakultas Hukum UGM. Ia sempat memimpin Keluarga Alumni Universitas Gajah Mada (Kagama).


BRM Herjuno Darpito menikah dengan Tatiek Drajad Suprihastuti, putri dari Kolonel Radin Subanadigda Sastrapranata, pada tahun 1968. Ia memiliki lima orang putri dari pernikahan ini. Sri Sultan HB X tidak memiliki selir.

PUTRI SRI SULTAN HB X.

GRA Nurmalita Sari/GKR Pembayun (menikah dengan KPH Wironegoro)

GRA Nurmagupita/GKR Condrokirono (menikah dan bercerai dengan [KRT] Suryokusumo)

GRA Nurkamnari Dewi/GKR Maduretno (menikah dengan KPH Purbodiningrat)

GRA Nurabra Juwita/GKR Hayu (menikah dengan KPH Notonegoro)

GRA Nurastuti Wijareni/GKR Bendoro (menikah dengan KPH Yudanegara)

Karena tidak mempunyai anak laki-laki sebagai penerus nya, maka hal ini menjadi gosip panas di masyarakat Jogja.

Oleh sebab itu Sri Sultan kemudian mengambil inisiatif :

Pada tahun 2015 , Sri Sultan HB X mengeluarkan serangkaian titah utama raja atau Sabdatama yang dalam konsep kekuasaan raja memiliki kekuatan besar dan harus dipatuhi rakyat.


Sabdatama Sultan HB X yang pertama ialah rakyat diminta untuk tidak lagi membicarakan suksesi kerajaan karena suksesi kerajaan ialah mutlak menjadi kekuasaan raja.


Sabdatama kedua ialah penggantian nama kebesaran raja dari Hamengku Buwono menjadi Hamengku Bawono, serta penghilangan atribut yang menyertai gelar raja sayidin panatagama kalifatulah.


Sabdatama terakhir ialah pemberian gelar putri tertuanya, GKR Pembayun, dengan gelar GKR Mangkubumi.


Sabdatama terakhir itu dapat dimaknai sebagai pengangkatan GKR Pembayun sebagai putri mahkota atau calon pengganti raja.


Ketiga sabdatama HB X itu mengundang polemik pro dan kontra di kalangan masyarakat, karena belum pernah terjadi sebelumnya raja Jawa dari keturunan Mataram Islam memberi gelar mangkubumi kepada seorang putri perempuan. Juga belum pernah terjadi dalam sejarah kerajaan Islam di Yogyakarta itu dipimpin seorang raja perempuan atau ratu.


KEGIATAN ORGANISASI : 

Hamengkubuwono X aktif dalam berbagai organisasi dan pernah memegang berbagai jabatan diantaranya adalah ketua umum Kadinda DIY, ketua DPD Golkar DIY, ketua KONI DIY, Dirut PT Punokawan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, Presiden Komisaris PG Madukismo, dan pada bulan Juli 1996 diangkat sebagai Ketua Tim Ahli Gubernur DIY. Pada 2010, bersama dengan Surya Paloh, Sri Sultan Hamengkubuwono X mencetuskan pendirian PARTAI  NASIONAL DEMOKRAT. ( NASDEM )


MENJADI GUBERNUR Daerah Istimewa Yogyakarta :

Setelah Paku Alam VIII wafat, dan melalui beberapa perdebatan, pada 1998 ia ditetapkan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan masa jabatan 1998-2003. Dalam masa jabatan ini Hamengkubuwono X tidak didampingi Wakil Gubernur. Pada tahun 2003 ia ditetapkan lagi, setelah terjadi beberapa pro-kontra, sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta untuk masa jabatan 2003-2008. Kali ini ia didampingi Wakil Gubernur yaitu Paku Alam IX.


Sebagai Gubernur, ia tidak menguber penghargaan dan piagam pengakuan. Menurutnya, peradaban kota memerlukan sentuhan kasih dan hati nurani,


"Kota kita tidak memerlukan kata pujian yang berlebihan. Dia hanya perlu sentuhan kasih dari hati nurani kita." (Kutipan dari Monumen Tapak Prestasi, Yogyakarta)


Menjadi Jogja Menjadi Indonesia.

"Sudah semestinya keistimewaan Jogja adalah untuk Indonesia. Bahwa menjadi Jogja, adalah menjadi Indonesia"


Kalimat ini disampaikan dengan penuh penekanan oleh Gubernur DIY Sultan HB X dalam pembukaan Festival Kesenian Yogyakarta ke-29 di depan Gerbang Kantor Gubernur DIY Kepatihan, Yogyakarta.


"Menjadi Jogja, menjadi Indonesia", dimaknai bahwa karakter Jogja akan selalu menguatkan Indonesia.


Mahasiswa, seniman, akademisi, wisatawan, dan terutama masyarakat Jogja diharapkan terus membawa nilai-nilai ke-Jogja-an ke berbagai titik di Indonesia.


Nilai-nilai tersebut antara lain:

1- 'Hamemayu Hayuning Bawono', yang menciptakan kenyamanan.

2- 'Manunggaling kawula Gusti', yang mengajarkan ketauladanan.

3- 'Golong gilig', yang mencerminkan gotong royong.

4- 'Watak Satriya: Sawiji, Greget, Sengguh Ora Mingkuh' yang dimaknai sebagai jati diri yang kuat, tetapi tetap terbuka.


Gempa Jogja .

Pada masa kepemimpinannya, Yogyakarta mengalami gempa bumi yang terjadi pada bulan Mei 2006 dengan skala 5,9 sampai dengan 6,2 Skala Richter yang menewaskan lebih dari 6000 orang dan melukai puluhan ribu orang lainnya.


Kiprah Nasional.

"Kota kita tidak memerlukan kata pujian yang berlebihan. Dia hanya perlu sentuhan kasih dari hati nurani kita" - Kutipan dari Monumen Tapak Prestasi Hamengku Buwono X di Monumen Tapak Prestasi, Yogyakarta.

Pada peringatan hari ulang tahunnya yang ke-61 di Pagelaran Keraton 7 April 2007, Ia menegaskan tekadnya untuk mulai berkiprah di kancah nasional. Ia akan menyumbangkan pemikiran dan tenaganya untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia.


Gelar kehormatan .

Pada 27 Desember 2011, ia menerima gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) dari Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta. Gelar tersebut karena kiprahnya dalam seni dan budaya, terutama seni pertunjukan tradisi dan kontemporer sejak 1989.


Sayangnya Jogja sekarang jauh dari apa yang dicita-citakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X. 

Dimana kasus intoleransi makin meruyak.


Nb : episode selanjutnya DIPONEGORO.

0 komentar:

Posting Komentar