Minggu, 11 Oktober 2020

Geger pecinan

Geger pecinan (seri Amangkurat ) 

Akhir dari perjuangan laskar Tionghoa

Oleh: Anggoro Ruwanto

Para pendekar : 

1. Kapiten Sepanjang. Atau Souw Phan Xiang, atau Wan Tai Pan atau Tay Wan Soey adalah saudara laki-laki dari ratu kaisar Tiongkok dinasti Cing. Selama 3 tahun ( 1740 - 1743 ) berperang melawan Belanda mulai dari Batavia, pesisir Utara, Jawa tengah dan Jawa timur.

2. Kapiten Ni Hoe Kong, pemimpin pemberontak an Cina yang kaya raya di Betawi.  Dia dibuang ke Ambon pada 12 Februari 1745, dan pada 23 Desember 1746 meninggal di sana

3. Tan Kie Wie. Seorang pendekar kungfu dan pengusaha batu bata dari Lasem yang tewas di pulau Mandalika ( lepas pantai Jepara ) pada tahun 1742.

4. Oei Ing Kiat. Pendekar kungfu dan pengusaha ekspedisi di Jepara tewas Oktober - 1742.

5. Tan Si Koh ( Singseh ) panglima Mataram untuk wilayah Lasem sampai Blora. Pertama kali muncul April 1741 di Welahan. Bergabung dengan pasukan kapiten Sepanjang lalu turut menggempur benteng VOC di Kartosuro pada awal Agustus 1741. Lalu bersama dengan Bupati Grobogan Martapuro dan Bupati Pati Mangunoneng. Menyerbu Kudus dan menguasainya pada Februari 1742. Lalu bersama Rm. Said ( Pangeran Samber nyawa ) bertempur di Pelagan Agustus 1742. Lalu dipukul mundur dari Rembang oleh VOC pada 15 Maret 1742 Singseh dan 7 pengikutnya tewas.

6. Oei Ing Kiat / Tumenggung Widyianingrat. Bupati Lasem ) bersama-sama pasukan kapiten Sepanjang dan pasukan Rm. Pandji Margono turut bertempur melawan VOC di Semarang dan tewas.


HARI HARI TERAKHIR KAPITEN SEPANJANG DAN PASUKANNYA.

Ketika tumbuh dewasa, Garendi dan Said sama-sama mengangkat senjata melawan VOC. Mereka menjalin aliansi dengan laskar Tionghoa di bawah Kapitan Sepanjang. Hasilnya sungguh gemilang. Istana Kartasura pernah mereka jatuhkan. ( Untuk lebih jelasnya silahkan baca di postingan saya " Amangkurat V bagian 10 )


Mereka memaksa Paku Buwono II harus meninggalkan takhtanya. Selama setengah tahun Garendi jumeneng (naik takhta) menjadi raja Mataram. Tepatnya antara Juni hingga November 1742. Garendi memakai gelar Sunan Amangkurat V.

Lantaran didukung laskar Tionghoa berkulit kuning, Amangkurat V lebih populer dengan sapaan Sunan Kuning


Rm. Said ( Pangeran Samber nyawa ) kemudian diangkat menjadi panglima perang. Bergelar Pangeran Prangwadana.

Melemahnya kekuatan Sunan Kuning sudah terasa sejak 15 Oktober 1742. Tan Si Koh alias Singseh, salah satu komandan laskar Tionghoa tewas saat bertempur dengan VOC di lepas Pantai Lasem.


Setelah tersingkir dari istana Kartasura, pendukung Sunan Kuning tercerai berai. Kabar buruk datang dari Tumenggung Mangunoeng. Bekas bupati Pati yang diangkat menjadi patih Sunan Kuning melanjutkan perlawanan di Begelen. Namun Mangunoneng akhirnya menyerah di Tegal pada pertengahan 1743.


Satu-satunya perlawanan ditunjukkan Rm. Said dan Bupati Grobogan Martapuro. Kedua pendukung utama Sunan Kuning itu membuat markas perjuangan di Sukowati, ( sekarang Sragen ) di timur Kartasura. Said bersama Martapuro belum menunjukkan tanda-tanda menyerah. Strategi yang dipakai dengan perang gerilya. Beberapa kali mereka sukses menghajar pasukan VOC.


Perlawanan sengit Said dan Martapuro berbanding terbalik dengan Sunan Kuning. Keadaannya semakin terdesak. Dari Madiun, Sunan Kuning singgah di Kediri pada akhir Juli 1743. Rencananya, perjalanan dilanjutkan ke Surabaya.

Sunan Kuning bersama pasukan Tionghoa-Jawa di bawah Kapitan Sepanjang bergerilya ke timur, menghimpun kekuatan laskar Tionghoa di Pasuruan, 

September 1743, Sunan Kuning bersama Kapitan Sepanjang bergabung dengan pasukan keturunan Untung Surapati. yakni Mas Brahim dan Raden Arya Wiranegara

Mereka melakukan gerilya di daerah Surabaya selatan. Saat  bertempur melawan serdadu VOC di Wonorejo, pasukan Sunan Kuning + beberapa puluh pasukan Tionghoa berhasil menyeberang i sungai Jagir. Tetapi pasukan Tionghoa pimpinan Kapiten Sepanjang terus berusaha menahan pasukan VOC di dusun Wonorejo sehingga Sunan Kuning terpisah dari kawalan Kapiten Sepanjang.


Sejak Kapiten Sepanjang tidak lagi ada di dekatnya, Sunan Kuning menghadapi kendala melanjutkan perlawanan. Tak ada lagi panglima-panglima perang yang mendampingi.


VOC membaca betul situasi itu. Sunan kuning diundang untuk sebuah perundingan di rumah Residen De Klerk di Surabaya.


Dikawal 300 prajurit dan didampingi sejumlah istrinya, Sunan Kuning memenuhi undangan itu. Usai perundingan itu, Sunan Kuning ditangkap. Dia dibawa ke Batavia melalui Semarang. Dari Batavia Amangkurat V diasingkan ke Ceylon atau Sri Lanka hingga wafat.


Saat ditahan di Semarang, prajurit Sunan Kuning, yang kebanyakan orang Tionghoa dieksekusi mati. Mereka dimakamkan di daerah Kalibanteng Kulon, Semarang. Sebagian orang menyebutnya sebagai makam Sunan Kuning. ( Kompleks pemakaman berarsitektur Tionghoa belakangan justru lebih dikenal menjadi kawasan lokalisasi. Mulai Agustus 2019, Pemkot Semarang menutup lokalisasi 


Lalu ke mana Kapitan Sepanjang sang pemimpin laskar Tionghoa? Dia terus bergerak ke timur untuk melawan VOC. Dia dilaporkan kompeni terlihat terakhir di Istana Gusti Agung, Bali, pada 1758. Beberapa tempat yang pernah disinggahinya kemudian diberi nama 'Sepanjang'.

Beberapa nama tempat atau desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan Sepanjang karena ada kaitan dengan perlawanan Kapiten Sepanjang dalam Perang Tionghoa-Jawa tersebut

Antara lain Desa Sepanjang di lereng barat Gunung Lawu. Berjarak sekitar 20 km dari Kota Karanganyar atau 40 km dari Kota Solo. Masyarakatnya mayoritas menjadi petani sayur seperti ketela, wortel dan bawang. Mereka menjual hasil bumi ke Pasar Legi Solo, Pasar Tawangmangu dan Pasar Karanganyar.


Nb : Sebetulnya layak diusulkan Kapiten Sepanjang sebagai pahlawan Nasional seperti halnya Rm. Said.


Catatan sunting : 

- (Alwi Shahab, Betawi: Queen of the East, 2002:103).

- Hembing Wijayakusuma, Pembantaian Massal 1740: Tragedi Berdarah Angke, 2005:103).

- G. Bernhard Schwarzen dalam buku Reise in Ost-Indien yang terbit tahun 1751.

- (Benny G. Setiono, Tionghoa dalam Pusaran Politik, 2008:113).

- (Lilie Suratminto, “Pembantaian Etnis Cina di Batavia 1740”, Jurnal Wacana, April 2004:24).

- Greg Purcell, South East Asia Since 1800, 1965:14).

- Dharmowijono, Mengenai Kuli, Klontong, dan Kapitan: Citra Orang Tionghoa dalam Sastra Indonesia-Belanda 1880-1950, 2011:302.

- Paul H. Kratoska, South East Asia, Colonial History: Imperialism Before 1800, 2001:122.

0 komentar:

Posting Komentar