Sabtu, 10 Oktober 2020

Amangkurat I

Amangkurat I dan Pangeran Alit.

Oleh: Anggoro Ruwanto

Sultan Agung akhirnya wafat pada tahun 1645 tanpa sempat merubah wasiatnya. Sehingga yang menggantikan tahta nya adalah Rm. Sayidin. Dan bergelar Amangkurat 1.

Sunan Amangkurat 1 adalah anak dari Kanjeng ratu Batang, yang kemudian setelah dinikahi sultan agung bergelar Ratu Wetan. Dan Ratu Wetan adalah anak Tumenggung Upasanta yang memerintah di kadipaten Batang.


Naiknya Rm. Sayidin menjadi raja mengecewakan banyak orang dan golongan. Seperti :

1. Rakyat Mataram yang dibebani kerja paksa untuk membangun istana Plered, menukang dan membikin batu bata.

2. Para saudagar karena pajak yang semena mena tanpa aturan yang jelas.

3. Para ulama karena sunan Amangkurat 1 lebih cenderung ngayomi kelompok kejawen daripada serius membina hubungan dengan mereka.

4. Para Sentono dalem, baik yang jabatannya tinggi sampai yang rendah, karena kepindahan istana dari Kota Gede ke Plered betul-betul menguras kas istana, dan kas pribadi mereka.

5. Para wanita baik yang bersuami atau yang masih perawan. Bisa tiba tiba diboyong ke istana bila raja menginginkan.


Dan yang paling marah adalah Pangeran Alit, adik dari Amangkurat 1 tapi lain ibu. Ibu pangeran Alit adalah anak dari Pangeran Pekik, Adipati Surabaya, setelah dinikahi Sultan Agung bergelar Ratu Kulon. ( Karena ayahandanya / Sultan Agung tidak sempat membuat mandat yang sah untuk pengangkatan nya, sudah terlanjur wafat duluan ) 

Sehingga tahun 1658 setelah pelantikan Amangkurat 1 menjadi raja, Pangeran Pekik mengadakan pemberontakan dengan dukungan kaum Ulama dan para santrinya. Kawulo alit cuma mendukung logistiknya saja.

Sebetulnya beberapa Sentono dalem / pejabat istana ada beberapa yang sanggup mendukung nya, antara lain: 

1. Pangeran Aria.

2. Tumenggung Nataairnawa. 

3. Tumenggung Suranata. 

4. Ngabehi Wirinata. ( Yang membunuh Tumenggung Wiraguna di Kediri ) Namun hal ini segera dilaporkan oleh Ngabehi Wiranata ke Amangkurat 1, karena kalau sampai tidak dilaporkan bisa semua pejabat ditumpas habis oleh Raja kalau pemberontakan mereka gagal.


Rencananya Pangeran Alit dan para ulama beserta para santrinya akan membuat keributan di luar gapura kulon, saat para prajurit terfokus pada pemadaman huru hara itu, Pangeran Alit akan diam diam masuk istana dengan dukungan para pejabat 4 tadi. Ternyata rencana ini sudah bocor duluan, pangeran Alit terperangkap di dalam Paseban ndalem, dan dihabisi oleh prajurit pengawal raja. Yaitu pasukan Trinisat Kenyo. ( 30 orang prajurit wanita yang tangguh, khusus mengawal Amangkurat 1 setiap malamnya )


Belum puas dengan membunuh adiknya, raja diam-diam merencanakan balas dendam yang amat licik kepada 4 pejabatnya yang hendak berkhianat, juga kepada para alim ulama beserta keluarga mereka dan para santrinya.


Selama perencanaan pembantaian ini, sultan ingin agar balas dendam dilakukan tanpa diketahui siapa dalang di balik kejadian tersebut. Maka dipanggilah empat orang pembesar keraton yang pernah hendak berkhianat yaitu : Pangeran Aria, Tumenggung Nataairnawa, Tumenggung Suranata, dan Ngabehi Wirapatra. Yang akan menjalankan rencana nya.

Mereka berempat diperintahkan bergerak ke empat penjuru mata angin untuk 

1. Mendata dulu setiap Ulama, keluarga nya dan berapa santrinya.

2. Lalu mengepung mereka dengan prajurit keraton. Dan menggiring mereka semua ke alun alun Lor.

3. Tunggu aba aba suara meriam dari istana untuk melakukan pembantaian.


Semuanya berjalan sesuai rencana, menjelang sore, terdengar suara meriam dari istana, dan semua Alim ulama beserta keluarga dan para santrinya di bunuh habis dengan tombak dan pedang. Alun-alun lor banjir darah. Karena hingga hampir subuh 600 mayat bergelimpangan, berkubang dengan darah mereka sendiri.


Sedangkan Raja sendiri bersembunyi dikamar nya dengan muka pucat dan sendi bergemetaran.

Saat esoknya, dipasewakan Agung, Raja pura-pura kaget mendengar kejadian semalam, dia berpura-pura marah besar, dan menyesalkan pembantaian para Alim ulama itu, dan memerintahkan kepada Punggawanya untuk menghukum mati 4 pejabat yang dulu hendak bekerja sama dengan adiknya memberontak kepadanya. Dengan tuduhan lancang ( melampaui wewenang ) sehingga mengakibatkan jatuhnya banyak korban.


Itulah cara licik Sunan Amangkurat 1 dalam menghabisi para lawanya dengan cara nabok nyilih tangan.


Rujukan : 

Masih sama dengan bagian 3. Cuma Babad Tanah Jawi saja yang tidak mencantumkan peristiwa ini.

Catatan : penulis Belanda yang tidak mengalami sendiri terlalu berlebih-lebihan dalam melukiskan peristiwa ini ( 6000 nyawa tumpas dalam waktu 30 menit, hal yang tidak masuk akal )

Lebih masuk akal catatan pejabat VOC yaitu Rijclof Van Goens. Yang memang melihat sendiri peristiwa ini karena dia sedang bertugas di Mataram pada waktu itu.

0 komentar:

Posting Komentar