Minggu, 11 Oktober 2020

Hamengkubuwono II: Naik turun tahta

Hamengkubuwono (seri Amangkurat )

Naik turun tahta 3 kali: Sir Thomas Stamford Raffles, Adanya Pakualaman dan Hamengkubuwono V.

Oleh: Anggoro Ruwanto

Sebagai pengingat :

GUBERNUR HERMAN WILLEMS DAENDELS BERTINDAK :

Pada bulan Desember 1810, Herman Daendels menyerbu Yogyakarta, menurunkan Hamengkubuwana II, dan menggantinya dengan putranya, Rm. Suraja, sebagai Sultan Hamengkubuwana III, menangkap Pangeran Natakusuma dan Natadiningrat, serta mengembalikan kedudukan Patih Danureja II.


PEMERINTAHAN PERIODE KE-DUA :


Setahun kemudian, pada tahun 1811 pemerintahan Belanda atas Jawa dan Nusantara direbut oleh Inggris. Dalam masa transisi ini, Belanda dan Inggris masih sibuk di Batavia urusan administrasi dan pengambil alihan kekuasaan, Hal ini dimanfaatkan Hamengkubuwana II untuk kembali menjadi raja, ( ingat Hamengkubuwono II tidak diasingkan cuma di nonaktifkan tapi masih di istana ) dan menurunkan putranya Rm. Suraja /  Hamengkubuwana III yang diangkat oleh Belanda, pada kedudukannya sebagai putra mahkota kembali. Tak hanya itu, Sultan juga berinisiatif menyingkirkan Danureja II yang dianggap sebagai biang keladi masalah yang dihadapi Sultan Hamengkubuwono II dengan Daendels. September 1811, saat Danureja II datang keraton untuk menghadiri Paseban Ageng, di Sitihinggil disambut sendiri oleh Sunan Hamengkubuwono II. Danureja II sangat terkejut, merasa sudah mendapatkan pengampunan, langsung saja dia menghaturkan sujud, saat itulah sultan memberi kode kepada Adipati Muncar yang langsung menikam lambung kanan Patih Danureja II dan merobek dengan kerisnya kyai sengkelat. Patih Danureja II menggelepar gelepar dalam kubangan darahnya sendiri untuk kemudian menghembuskan nafas terakhirnya. 

Ada versi yang kedua Pembunuhan Patih Danurejo II oleh HB II ada yg bilang beliau tewas dicekik...  Beberapa abdidalem sepuh masih menceritakan bagaimana jasad sang patih harus dikerek dgn tali melewati dinding tembok kraton karena jasad patih Danurejo II tdk diperkenankan melewati pintu regol atau gerbang kraton pd masa itu...


Sikap Hamengkubuwana II terhadap Inggris sama buruknya dengan terhadap Belanda. Terutama pada putranya, Mas Suraja, sikap Sultan bisa dibilang amat keras, mengingat putranya tersebut dianggap turut berperan dalam menyingkirkan dirinya dari singgasana kesultanan tahun 1810. Pembersihan besar-besaran terhadap para Senopati dalem dan para kawula Ageng dilakukan Sultan setelahnya, ada yang dicopot dari jabatannya, ada yang dipenjarakan, ada yang dinonaktifkan dan rumahnya dijaga prajurit Keraton, tapi kebanyakan sudah ketakutan sendiri dan mengungsi ke pegunungan. Pembersihan ini berlanjut bahkan nyaris mengancam keselamatan jiwa sang putra mahkota. Saat itu Rm. Suraja dipanggil menghadap Sultan setelah Patih Danureja II dibunuh, dihadapan nya disediakan satu butir telur yang sudah direbus dengan daun-daunan dan akar dari pohon beracun yang di sebut awar ( jenis tanaman ini Sir Thomas Stamford Raffles ada mencatat ini dibukunya History of Java - manusia hanya bertahan tidak sampai satu jam untuk mati dalam proses yang mengerikan ) dan disuruh memakan nya sampai habis, ternyata setelah memakannya sampai habis, keadaan Rm. Suraja baik baik saja. Hal ini membuat Sultan Hamengkubuwono II kagum. 

( Dari beberapa cerita abdi dalem sepuh ternyata diam-diam Ibu suri menukar telur ini dengan telur rebus biasa hal ini terungkap setelah Sultan Hamengkubuwono II wafat )


Hubungan Sultan Hamengkubuwono II, dengan Inggris, tercatat nyaris terjadi pertumpahan darah antara utusan Raffles dengan kerabat keraton di depan Sultan, akibat kursi untuk Raffles diletakkan lebih tinggi dari singgasana Sultan, sewaktu wakil gubernur Inggris tersebut hendak mengunjungi Yogyakarta bulan Desember 1811. Keputusan akhirnya kursi untuk Sir Thomas Stamford Raffles di bikin sejajar dengan singgasana Sultan.


Pakubuwana IV di Surakarta pura-pura mendukung Hamengkubuwana II agar berani memerangi Inggris. Surat-menyurat antara kedua raja ini terbongkar oleh Inggris. Maka, pada tanggal 19 Juni 1812, pasukan Inggris yang dibantu pasukan Mangkunegara I. menyerbu Yogyakarta. Terjadi perang besar yang berakhir dengan kekalahan kesultanan. Hamengkubuwana II ditangkap dan dibuang ke pulau Penang ( Malaysia ) sedangkan Pakubuwana IV dirampas sebagian wilayahnya.

Dalam hal ini Pakubuwana IV. Bersikap cerdik dengan tidak mengirimkan prajuritnya untuk membantu Sri Sultan Hamengkubuwono II. ( Namanya juga pura-pura ) 


Rm. Suraja, kembali dinaikkan ketahtanya oleh Raffles menjadi sultan Yogyakarta dengan gelar Hamengkubuwana III. 


Pangeran Natakusuma yang mendukung Inggris, oleh sir Thomas Stamford Raffles diangkat sebagai Pakualam I dan mendapat wilayah berdaulat bernama Pakualaman. ( Sebagian Wilayah Pakubuwana IV yang dirampas oleh Raffles )


PEMERINTAHAN PERIODE KE-TIGA :

Pada tahun 1825 terjadi pemberontakan Pangeran Diponegoro (putra Hamengkubuwana III / Rm. Suraja ) terhadap Belanda ( yang kembali berkuasa di pulau Jawa / Nusantara sejak tahun 1816 bagaimana Belanda bisa mengambil kembali bekas jajahannya dari tangan Inggris ? Akan saya ceritakan pada bagian tersendiri. Saat itu raja yang bertahta di Yogyakarta adalah Hamengkubuwana V, masih berumur 3 tahun waktu diangkat sebagai Sultan. ( Hamengkubuwana IV akan saya ceritakan pada bagian tersendiri ) di mana ia bertahta menggantikan ayahnya tahun 1823 .


Pemberontakan Pangeran Diponegoro sangat mendapat dukungan dari rakyat. Pemerintah Hindia Belanda mencoba mengambil simpati rakyat dengan mendatangkan Hamengkubuwana II yang dulu dibuang Inggris ke Penang / Malaysia, 

Hamengkubuwana II kembali bertahta pada 18 Agustus 1826, sedangkan Hamengkubuwana V ( yang masih berusia 3 tahun, tidak dianggap oleh Belanda,) 

Kedatangan Sultan Hamengkubuwono II sebagai penguasa Yogyakarta kembali, terbukti sedikit banyak melemahkan kekuatan Pangeran Diponegoro, mengingat kepopulerannya semasa masih menjabat sebelum dibuang ke Penang tahun 1812. Dalam masa itu, Sultan berusaha keras guna menertibkan keadaan dan mengembalikan keamanan di wilayahnya, meskipun dihimpit dengan tuntutan-tuntutan Belanda dalam rangka memadamkan Perang Diponegoro. Beberapa tokoh penting keraton yang dulu pada mengungsi ke pegunungan, berhasil dibujuk pulang ke Yogyakarta, namun demikian, Sultan sendiri TIDAK PERNAH BERNIAT SERIUS untuk membujuk cucunya ( Pangeran Diponegoro ) dan putranya ( Rm. Suraja, ) untuk menghentikan perlawanan. Belanda mencurigai tindakan Sultan ini sebagai dukungan terselubung terhadap perlawanan Diponegoro.


WAFATNYA SULTAN HAMENGKUBUWONO II. 

Sultan Hamengkubuwana II yang sudah tua (dan dipanggil sebagai Sinuhun Sepuh), akhirnya mangkat pada tanggal 3 Januari 1828 setelah menderita sakit radang tenggorokan dan akibat usia tua. Pemerintahan kembali dipegang oleh cicitnya, yaitu Hamengkubuwana V. Yang di nobatkan kembali pada umur 4 tahun.

Nb : GEGER SEPEHI akan saya ceritakan di bagian 21.


Buku bacaan Sunting

Marihandono, Djoko, dan Harto Juwono. 2008. Sultan Hamengku Buwono II Pembela Tradisi dan Kekuasaan Jawa. Yogyakarta: Banjar Aji

Soekanto, Dr.. 1952. Sekitar Jogjakarta. Djakarta: Mahabarata

Referensi Sunting

^ a b c d e Biografi singkat HB II. Website resmi kraton Yogyakarta. 2019. Diakses tanggal 20/07/2019

^ Daendels menurunkan HBII dan mengangkat anaknya menjadi Hamengkubuwana III

^ Ricklefs, M. C. (1981) A history of modern Indonesia since c.1300 to the present Basingstoke: Palgrave. . ISBN 0-333-24380-3 (pbk.) hlm. 101 mengenai tanggal berkuasa kembali

0 komentar:

Posting Komentar