Sabtu, 10 Oktober 2020

Amangkurat V

Amangkurat V: Tersingkirnya Pakubuwana II, Kapten Van Hohendorf.dan Bupati Cakraningrat.

Oleh: Anggoro Ruwanto

Para pemberontak  gabungan Tionghoa-Jawa menobatkan Raden Mas Garendi sebagai Sunan Kartasura bergelar Sunan Amangkurat V. pada 6 April 1742 di Kabupaten Pati. Ketika itu, cucu Amangkurat III yang dibuang VOC ini baru berumur 16 tahun. Dia pun dianggap sebagai "Rajanya orang Jawa dan Tionghoa."

Balatentara Sunan Kuning memasuki Kartasura pada Juni 1742 setelah sebelumnya bertempur dari Salatiga hingga Boyolali. Kapitan Sepanjang (Khe Panjang) yang bertugas di garis belakang sebagai pengawal Sunan Kuning (Amangkurat V), kini bertindak sebagai komandan tentara pendudukan. Pakubuwana II melarikan diri dari Kartasura, dievakuasi oleh kapten Van Hohendorf (VOC) ke arah timur Kartasura, menyeberangi Bengawan Solo ke Magetan.

Sedangkan harta kerajaan terlihat bertumpuk di gapura selatan tidak sempat dibawa lari.


JALAN NYA PERTEMPURAN :


1. Serangan pada benteng VOC terjadi 5 Agustus 1741. Awal perang terbuka pasukan gabungan Tionghoa-Mataram melawan VOC.

Meriam Kumbarawa dan Kumbarawi yang dioperasikan pasukan Tionghoa terus menyalak membombardir benteng Kompeni di Kartasura. Di sisi lain, tampak pasukan artileri Mataram ( Amangkurat v ) yang mengawaki meriam Subhrasta dan Segarawana bahu membahu menembaki benteng pasukan VOC tersebut.

Garnisun Belanda di Kartasura cukup kuat. Dipimpin Perwira bernama Van Velsen yang membawahi 200 serdadu Eropa bersenjata lengkap dan meriam di beberapa kubu. Serta dibantu1000 an pasukan KARTASURA ( Pakubuwana II ) bersenjata senapan, keris dan pedang.


Pimpinan Laskar Tionghoa, Kapiten Sepanjang kemudian memerintahkan membuat tangga beroda dan didorong ke arah benteng. Pasukan Jawa-Tionghoa berhasil memanjat benteng.

Maka terjadilah pertempuran satu lawan satu diatas tembok benteng antara pedang, tombak, keris, serta bayonet. Juga antara kung Fu, silat dan Anggar.

Teriakan orang sekarat dan darah yang muncrat serta berhamburan nya anggota tubuh yang terpotong potong bercampur baur saat itu.


Perang besar ini juga sering disebut Perang Kuning. Berbagai strategi digunakan pasukan Tionghoa untuk melawan VOC.

Laskar Tionghoa sering memancing tentara VOC untuk bertempur jarak dekat. Selain menghemat peluru, mereka juga memiliki kemampuan bertarung yang cukup baik.

Laskar Jawa dan Tionghoa juga mengandalkan perang gerilya. Mereka menebar teror dengan masuk ke benteng kompeni pada waktu malam dan memenggal kepala musuh sebelum melarikan diri. Aksi berani ini biasanya diganjar hadiah uang oleh Patih Mataram Notokusumo.


Hal seperti ini cukup menjadi pukulan mental bagi tentara VOC. Sebaliknya semangat gabungan pasukan Tiong hoa dan Jawa makin berkobar-kobar. Hal ini menyulut api pemberontakan dimana mana. Bersama sama melawan VOC.

Benteng Kompeni di Surakarta jatuh tanggal 10 Agustus 1741. Peristiwa ini segera disusul perang besar di seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Pasukan gabungan Jawa dan Tionghoa berhasil merebut sejumlah kota. Di antaranya Jepara, Rembang, Demak, bahkan Keraton Kartasura akhirnya jatuh. Kota Semarang juga sempat dikepung berbulan-bulan oleh pasukan gabungan.


Pasukan Raden Mas Garendi dan Kapiten Sepanjang bergerak terus untuk merebut Keraton Mataram di Kartasura. Tanpa perlawanan berarti mereka berhasil mencapai alun-alun Kartasura pada 30 Juni 1742. Saat pasukan  kapiten Sepanjang mendekat, Pakubuwono II kebingungan di Istana. Berdiri sambil memegang tombak.


Ibu Suri ( Ratu ) yang tak bisa naik kuda pingsan berkali kali saat dinaikan ke atas pelana oleh dua orang Belanda. Saat suara tembakan mulai terdengar di Keraton, orang-orang makin panik. Mereka berebutan keluar lewat pintu belakang yang sempit. Ratusan orang terinjak-injak dan terluka karena terkena tombak mereka sendiri. Banyak juga prajurit yang panik mencoba memanjat tembok keraton dalam keputusasaan untuk menyelamatkan diri.


Karena tak bisa keluar lewat pintu belakang, Baron Von Hohendorff dan Sunan Pakubuwono II mencoba mencari jalan lain. Ada satu lubang kecil. Bahkan tak cukup untuk dilewati kuda. Karena itu Sunan terpaksa merangkak melewati lubang itu, kemudian lari ke sawah dikawal prajurit VOC.


Rombongan Pakubuwono II kemudian mengungsi ke Magetan lalu pindah ke Ponorogo dan menyusun kekuatan kembali di sana.

Di Ponorogo itulah Sunan Pakubuwana II membuat perjanjian / Kontrak dengan VOC antara lain : 

1. Seluruh pantai Utara Jawa menjadi milik Kompeni ( padahal dulu Amangkurat 4 ayahnya Pakubuwana II ) hanya menggadaikan.

2. Seluruh pengangkatan Patih / pejabat istana harus se idzin Kompeni.

3. Kompeni harus bisa mengembalikan tahta kraton Kartosuro ke padanya.


2. VOC kewalahan hingga terpaksa meminta bantuan pada Bupati Cakraningrat di Madura. Cakrangingrat setuju dengan syarat VOC membantu Madura merdeka dari kekuasaan Mataram. ( Madura sudah jadi bawahan Mataram sejak Sultan Agung )


Bagaimana Pemerintah an Amangkurat V. Dan pasukan gabungan nya ?

Tunggu di bagian XII ( 12 ) ya.


Rujukan Sunting :

1. Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi

2. H.J.de Graaf. 1989. Terbunuhnya Kapten Tack, Kemelut di Kartasura Abad XVII (terj.). Jakarta: Temprint

3. M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

4. Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius

5. Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu

6. J. Ras.1993. Geschiedschrijving en de legitimiteit van het koningschap op Java In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 150 (1994), no: 3, Leiden, 518-538

0 komentar:

Posting Komentar