Sabtu, 10 Oktober 2020

Amangkurat I

Amangkurat I, Panembahan Giri, Karaeng Galesong dan Trunojoyo.

Oleh: Anggoro Ruwanto

PANEMBAHAN GIRI.

Peristiwa ini terjadi pada sekitar tahun 1670. Panembahan Giri ( ulama besar pada waktu itu, keturunan dari Sunan Giri, salah satu wali songo ) sebenarnya tidak ada masalah dengan Mataram, tetapi dia memendam marah pada Amangkurat I karena tindakan sewenang-wenangnya yang membantai tidak kurang 600 ulama. ( Peristiwa ini terjadi 25 th yang lalu )

Dan saat ini Trunojoyo ( Bupati Madura ) mengajaknya bergabung untuk menggempur Mataram.


KARAENG GALESONG.

Pada masa pemerintahan Amangkurat I, yakni pada tahun 1669 sejarah besar terjadi di Kerajaan Gowa ( Makasar ) Setelah melalui perjuangan yang berat, upaya Pangeran Hasanudin untuk membendung kekuasaan VOC di Goa (Makassar) pun berakhir. Melalui Perjanjian Bongaya, Belanda akhirnya menguasai wilayah tersebut dan melakukan monopoli perdagangan.

Karaeng Galesong, salah satu putra Pangeran Hasanudin tidak sudi tunduk. Dia memilih untuk meninggalkan negeri yang dicintainya dan berlayar ke Jawa. Dia akhirnya mendarat di Madura yang saat itu di bawah kekuasaan Mataram Islam. Trunojoyo, Bupati Madura saat itu menerima baik kedatangan Karaeng Galengsong dengan sisa-sisa pasukan Gowa. Bahkan pangeran dari Makassar itupun dijadikan menantunya.


PANGERAN TEDJONINGRAT.

Di pusat kerajaan Mataram yang dipindah dari Kotagede ke Pleret (Bantul) muncul masalah serius. Adipati Anom ( Pangeran Tedjoningrat ) putra Amangkurat I punya dendam pribadi pada ayahnya. Putra Mahkota ini oleh ayahnya dipaksa membunuh wanita yang sangat dia cintai : Roro Oyi, ( kisahnya ada dibagian 1 ) 


Adipati Anom yang menyimpan marah kemudian berniat melakukan kudeta. Maka dia pun melakukan kontak dengan Trunojoyo untuk membantu usahanya tersebut. Trunojoyo yang memang sudah lama tidak suka berada di bawah kekuasaan Mataram pun menyanggupinya. Karaeng Galengsong dan pasukannya juga siap membantu. Orang-orang Gowa ini juga menaruh dendam pada Amangkurat I karena pernah menghina Raja Hasanudin.


Maka terjadilah 4 gabungan besar yang melakukan pemberontakan terhadap Mataram.

1. Panembahan Giri dan para santrinya.

2. Trunojoyo dengan pasukan Madura nya.

3. Kareong Galesong dengan pasukan Gowanya.

4. Pangeran Tedjoningrat dan para pengikutnya.


Di luar dugaan, kekuatannya semakin besar. Banyak daerah yang bergabung dengan Trunojoyo. Pangeran Tedjoningrat justru panik, dia berpikir bagaimana kelak bisa mengendalikan Trunojoyo yang punya dukungan amat kuat, jangan jangan malah nanti dia sendiri yang tersingkir. Lalu Pangeran Tedjoningrat berubah sikap dan kembali membela ayahandanya ( Amangkurat 1 )


Tetapi pasukan Trunojoyo sudah mengepung Kraton Pleret memaksa Amangkurat I dan para pengikutnya melarikan diri ke arah barat. Kraton Pleret pun dihancurkan. Dalam pelariannya karena luka-lukanya, Amangkurat I kemudian meninggal di Tegal Arum, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah dan dimakamkan di tempat tersebut. Namun sebelum wafat masih sempat melantik Pangeran Tedjoningrat, menjadi Amangkurat II di tengah pelarian. Semua kejadian ini terjadi pada tahun 1677.


Tidak ada cara lain. Untuk bisa mengalahkan Trunojoyo dan pasukannya, Amangkurat 2  harus meminta bantuan VOC di Batavia serta membangun kraton baru yang kelak dibangun di daerah Kartasura. 

VOC menyanggupinya dengan syarat, biaya perang ditanggung Amangkurat II. Mau tidak mau syarat itu diterima. Hanya karena tidak punya uang, maka dia meminjam kepada VOC. Lagi-lagi permintaan itu disanggupi termasuk meminjamkan uang untuk membangun kraton baru. Syaratnya, sampai utang itu lunas, maka seluruh pelabuhan di pesisir utara Jawa yang ada di bawah kekuasaan Mataram harus diserahkan ke VOC.

Dengan bantuan VOC, Amangkurat II berhasil mendesak Trunoyojo, Karaeng Galengsong. Dan seluruh pasukan pendukungnya. Trunojoyo dan Karaeng Galesong sebenarnya memiliki wilayah pertahanan di Kediri dan Bangil. 

Namun mereka terus digempur Belanda hingga akhirnya terdesak sampai wilayah Blitar kemudian ke Malang. Di wilayah Ngantang Malang keduanya membangun benteng pertahanan terakhir di daerah Ngantang Malang. Di tempat inilah Trunojoyo dan Karaeng Galengsong gugur dan dimakamkan. Tahun 1679. Setelah hampir 2 tahun bertempur.


Perjanjian antara Amangkurat 2 dengan VOC menjadi titik penting perubahan drastis sikap Mataram terhadap kekuatan asing, dulu Sultan Agung menaklukan seluruh Jawa tanpa mau kompromi dengan Belanda, bahkan 2 kali mengirim pasukan untuk menggempur VOC di Batavia. Amangkurat 1 dalam kekalahan nya melawan pemberontak pun menolak bantuan VOC.  Pengaruh asing telah membuat Mataram terpecah menjadi beberapa kerajaan. 


Kelak ada Pemberontakan Pangeran Mangkubumi berakhir dengan perjanjian Giyanti, yang memecah Mataram Islam dibagi menjadi dua yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang didirikan Mangkubumi dan selanjutnya bergelar Hamengkubuwono I. Dalam perjalanannya kemudian muncul Kadipatan Puro Pakualaman.


Sedangkan pemberontakan Pangeran Sambernyawa melahirkan perjanjian Salatiga yang mengurangi wilayah Kasunanan Surakarta untuk diberikan kepada dia dan kemudian menjadi Mangkunegaran.


Semua pengangkatan raja di kerajaan-kerajaan ini harus mendapat persetujuan Belanda. Hanya Kasultanan Ngayogyakarta,  Sri Sultan Hamengkubuwono X menjadi satu-satunya raja yang diangkat tanpa persetujuan Belanda.


Nb : Semua sejarah Mataram ini dulu waktu SD pernah saya baca novelnya, dengan judul : 

1. Alap alap Jolotundo.

2. Bende Mataram.

3. Naga sasra sabuk inten.


Rujukan :

1. Merle C. Ricklefs : War, Culture, and Economy in Java 1677-1726 (1993) 

2. H.J. de Graff. : De Regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram, 1646-1677 (1961) yang ditulis H.J. de Graaf.

3. Babad tanah Jawi.

0 komentar:

Posting Komentar